Rabu, 02 November 2016

7 Mitos Telecommuting

  Tidak ada komentar

Menurut informasi yang kami kutip dari situs web female.kompas.com, di kebanyakan negara berkembang, telecommuting menjadi tren baru. Menurut survei yang dilakukan Ipsos (lembaga penelitian) di berbagai negara, pekerja yang sudah mengaplikasikan telecommuting di Timur Tengah dan Afrika sebesar 27 persen, Amerika Latin 25 persen, Asia Pasifik 24 persen, dan Eropa 9 persen.
Sementara Indonesia sendiri, dengan jumlah pekerja hingga 34 persen, telah berkembang menjadi negara kedua terbesar setelah India 56 persen dalam hal telecommuting. Dengan pekerja dari seluruh dunia sepakat memilih untuk bekerja secara remote/online daripada datang secara fisik di kantor atau ke klien. Cara bekerja semacam ini diklaim akan bisa mengurangi tingkat stres, selain membantu terciptanya worklife balace, khususnya bagi perempuan.
Namun demikian, banyak mitos yang ternyata masih tertanam dibenak sebagian besar orang saat mendengar istilah telecommuting ini. Inilah sebagian mitos yang kami rangkum dari majalah infokomputer.

Mitos 1: Tidak ada tenggat waktu (deadline)
Banyak orang mengira bahwa bekerja dari rumah berarti bisa bersantai-santai. Tidak perlu melakukan rutinitas layaknya bekerja di kantor. Padahal, meskipun sistem telecommuting memberi keleluasaan dalam bekerja, menjaga rutinitas seperti halnya bekerja di kantor tetap harus dilakukan, misalnya bekerja tepat waktu, menepati tenggang waktu. Jika tidak, pekerja anggota tim lain bisa sangat terganggu. Jadi, kedisiplinan diri sendiri saat mengerjakan tugas tetap harus ada meskipun secara fisik tidak ada pengawasan dari atasan. Karyawan karena itu dituntut untuk memberikan deadline bagi diri sendiri agar pekerjaannya bisa selesai tepat waktu.

Mitos 2: Karyawan akan lebih sulit naik jabatan
Mitos ini muncul mungkin karena tidak bertatap muka di kantor, seorang karyawan tidak bisa melakukan aktivitas politickhing (aktivitas untuk memperkenalkan kemampuan diri sendiri, biasanya dengan mengadakan pendekatan secara personal terhadap atasan). Padahal justru dengan telecommuting, hasil karyawanlah yang akan menjadi fokus penilaian, bukan sekadar pendekatan yang dilakukan oleh karyawan terhadap atasan untuk mendapatkan simpati atau penilaian yang bersifat subjektif. Jadi siapa pun yang mampu menunjukkan hasil dan kinerja baik, akan memiliki kesempatan yang sama untuk dipromosikan.

Mitos 3: Karyawan akan bosan setengah mati
Bekerja di rumah dianggap membosankan. Ini karena ia hanya akan berhadapan dengan layar komputer secara berjam-jam, tidak bertemu dengan siapa-siapa. Benarkah bekerja di luar kantor harus seperti itu? Tentu saja, ini merupakan anggapan yang keliru. Sistem telecommuting akan memberikan keleluasan bagi si pekerja untuk memilih suasana kerja yang ia inginkan. Saat bekerja di rumah atau di luar kantor, misalnya, karyawan bisa dengan leluasa mengubah suasana kerjanya sesuai dengan keinginannya. Ia bisa memilih untuk bekerja di taman, di halaman, atau bahkan di kafe favoritnya. Kini, bahkan pekerja cubicle di kantor pun banyak memilih tempat rapat di luar.

Mitos 4: Akan sulit berkomunikasi dan mendelegasikan pekerjaan
Menggunakan teknologi secara efektif menjadi sangat penting. Layanan kolaborasi dokumen seperti Dropbox, Box, dan perangkat lunak untuk kolaborasi proyek seperti Wrike, sangat memudahkan pengelolaan pekerjaan. Hal ini bisa tetap dilakukan meskipun anggota tim sedang berada di lokasi yang berbeda-beda. Komunikasi untuk melakukan pembicaraan dan pembagian pekerjaan akan bisa dilakukan via aneka sarana, seperti WhatsApp atau aneka sarana lain. Dengan demikian, karyawan bisa berbagi informasi dan bisa melakukan penagihan hasil kerja anggota tim. Jika ada masalah atau keraguan, komunikasi akan dilakukan secara lebih intens dan bukan malah berkurang.

Mitos 5: Karyawan memiliki jadwal yang fleksibel
Bekerja sendiri di rumah memang tidak menuntut kita untuk bangun di pagi buta dan tiba di kantor tepat waktu. Jadwal kerja karyawan menjadi lebih fleksibel. Kenyataannya, fleksibilitas yang bisa dinikmati karyawan pun ada batasnya. Bahkan karena tidak ada jadwal resmi, seringkali karyawan harus menjalankan kewajiban pekerjaan selama lebih dari delapan jam, melebihi waktu normal saat bekerja di kantor.

Mitos 6: Biaya akan lebih hemat
Sepintas terlihat bahwa bekerja dari rumah akan bisa menghemat pengeluaran. Karyawan tidak perlu mengeluarkan ongkos untuk biaya transportasi umum, mengeluarkan biaya untuk bensin atau biaya tol. Karena itu, muncul anggapan bahwa dengan bekerja di rumah, pengeluaran harian akan bisa ditekan. Namun kenyataannya, bekerja di rumah pada zaman modern seperti ini memerlukan kecanggihan teknologi. Maka karyawan harus online lebih lama dari biasanya di rumah. Juga ada biaya tambahan lain untuk percakapan telepon atau lampu yang sebelumnya tidak ada.

Mitos 7: Urusan rumah tangga akan lebih mudah ditangani
Bekerja di rumah memang memiliki keuntungannya sendiri. Karyawan tidak akan mengalami gangguan atau konflik yang biasa muncul saat karyawan berada di kantor. Namun, bekerja sendiri pun memiliki kekurangan. Semua tugas harus dikerjakan sendiri. Tidak akan ada lagi yang bisa dimintai bantuan secara langsung. Akibatnya, pekerjaan rumah tangga malah bisa terbengkalai karena karyawan harus berfokus pada pekerjaan yang tidak bisa ditunda.

Sumber : Majalah Infokomputer hal: 45 Edisi #11 November 2015


Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Peraturan Saat Berkomentar :
1. Menggunakan bahasa yang sopan
2. Tidak melakukan spamming
3. Tidak menyisipkan link aktif atau pun hidup

Direkomendasikan untuk memakai NAMA/URL untuk memudahkan blogwalking :D
Komentar yang tidak sesuai akan dihapus ^_^